Minggu, 17 September 2017

MOSAIC DEM

Tata Cara Menggabungkan (Mosaic) Beberapa Citra DEM Aster Di Arcmap 10.1

DEM adalah sebuah hasil rekaman citra resolusi tinggi yang mengandung  informasi ketinggian tempat dimuka bumi. DEM dipublikasikan oleh Aster Global DEM yang kemudian disingkat dengan istilah GDEM.
GDEM gratis dan dapat diunduh di https://earthexplorer.usgs.gov/. Namund emikian, nanti kita diminta persetujuan untuk selalu menuliskan nama GDEM Aster sebagai sumber peta ini.
DEM memiliki resolusi 30 x 30 m. kita dapat memodifikasi DEM untuk berbagai keperluan seperti ketinggian tempat, kontur dan bahkan delienasi batas daerah aliran sungai dan sungai.
Terkadang dalam satu lokasi terdiri atas band. Untuk keperluan analisis maka perlu kita gabungkan menjadi satu citra. Adapun tahapannya adalah
1) Ekstrak hasil download DEM dan tampilkan di ArcMap
2) Klik Arc Toolbox – Data Management Tools – Raster – Raster Dataset – Mosaic To New Raster. Sehingga muncul gambar sebagai berikut :




3) Pada kolom “Input Raster”, masukkan dem yang akan kita gabung
4) Pada kolom “Output Location”, masukkan nama folder tempat hasil Mosaic Disimpan
5) Pada kolom ‘Raster Dataset Nama with Extension”, kita cukup masukan nama file yang kita inginkan
6) Pada kolom “Spatial Reference for Raster” kita dapat memilih system proyeksi yang kita gunakan antara LatLong atau UTM
7) Pada kolom “Pixel Type” kita dapat memilih 16_BIT_UNSIGNED
8) Pada kolom “Number of Bands”, masukin angka 1
9) Pada kolom “Mosaic Operator” pilih Mean
10) Pada kolom “Mosaic Colormap Mode” pilih Match
11) Klik OK dan hasilnya akan ditampilkan.

Senin, 03 Juli 2017

Pemodelan Sistem Dinamik Pengelolaan Populasi Rusa Totol Di Kebun Istana Bogor

Witno Bonan
Budi Kuncahyo

Abstract

Populasi rusa totol yang ada di Kebun Istana Bogor memiliki tingkat populasi yang tinggi. Jumlah populasi pada tahun 2014 sebanyak 949 ekor dengan ketersediaan lahan hanya 24 hektar. Kondisi tersebut tidak sejalan dengan ketersediaan pakan serta habitat yang ideal untuk populasi rusa totol yang semakin banyak. Hal ini menjadi suatu indikasi masalah terhadap sistem yang terbangun pada populasi Rusa totol di Kebun Istana Bogor. Hubungan ekosistem yang kurang kompleks, menyebabkan kebutuhan pakan serta habitat Rusa totol perlu untuk dilakukan kajian lebih mendalam. Sehingga pada praktikum ini topik permasalahan yang dibahas adalah jumlah populasi rusa totol yang tidak seimbang dengan ketersediaan pakan serta habitat yang tidak ideal menyebabkan populasi rusa totol menjadi tidak stabil. Manfaat praktikum ini adalah memberikan informasi tentang model system yang baik untuk mengatur pengelolaan populasi rusa totol berdasarkan jumlah ketersediaan pakan agar menciptakan kebutuhan yang ideal terhadap populasi rusa totol. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah model sistem dinamik dengan tingkat ketelitian menggunakan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas digunakan dengan tujuan memperoleh hasil yang baik dengan memberikan pilihan rentang tahun yang dibutuhkan untuk mencapai steady state. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah pengelolaan rusa totol di kebun istana Bogor akan mencapai steady state pada tahun 2060 dengan jumlah populasi sebanyak 31 ekor pada lahan 24 hektar dengan ketersedian pakan 19 kg perhari.

Klik Model Populasi Rusa untuk mendapatkan artikel dari tulisan ini.

Strategi Efisiensi Produksi Kayu Untuk Bahan Baku Bangunan: Pendekatan Simulasi System Dinamik, oleh Lutfy Abdulah dan Budi Kuncahyo

Abstrak

Produksi kayu di Indonesia secara legal dapat bersumber dari jenis kegiatan dalam kawasan hutan yang dikuasai negara yakni penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan berupa pinjam pakai kawasan hutan dan pelepasan kawasan hutan merupakan salah satu dari sejumlah ijin penggunaan kawasan hutan yang akan berpotensi memproduksikan kayu. Penerapan sistem land clearing akan meningkat ketersediaan kayu dalam volume yang sangat besar.
Volume ini tidak dapat dikontrol oleh pemerintah, untuk alasan pengendalian pasokan kayu di pasar.
Sementara, kegiatan pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH dan HTI akan tidak menarik atau menguntungkan bagi pemegang ijin karena harga kayu yang murah di pasar domestik dan didorong untuk mengkonversi produk tersebut dalam bentuk kayu olahan untuk dijual ke luar negeri. hal ini tentu saja akan sangat membutuhkan modal yang besar.
Persaingan lainnya adalah maraknya hutan rakyat dengan wilayah jangkauan kebutuhan masyarakat yang sangat lebar.

Atas kompleksitas masalah tersebut, maka perlu pendalaman masalah melalui metode dinamika sistem. Teori dinamika sistem adalah suatu teori dengan filsafat ilmu meliputi keseluruhan (holistik), mendasar dan bersifat spekulatif.

Dengan menerapkan beberapa skenario dan disimulasikan maka penentuan arah kebijakan atas masalah tersebut dapat dipecahkan.

Klik Model strategi efisien penggunaan kayu untuk mendapatkan artikel utuh dari pemecahan masalah tersebut, atau anda dapat mengunjungi alamat url berikut : https://independent.academia.edu/Abdulah



Untuk model sistem, dapat menghubungi korespondensi email : lutfyabdulah@yahoo.co.id

Senin, 05 Juni 2017

Pemodelan Netlogo Untuk Pemetaan Kompetisi Pasar Kayu Rakyat

Pemodelan Netlogo Untuk Pemetaan Kompetisi Pasar Kayu Rakyat

Lutfy Abdulah


Netlogo, software yang freeware dan open source serta memfasilitasi model buidernya untuk mengkomunikasikan model yang dibangun.

Saya menggunakan netlogo untuk menggambarkan bagaimana harapan hutan lestari terutama hutan rakyat terjadi bila ada pesaing baru muka lama yakni baja ringan dalam penyediaan bahan konstruksi bagi rumah sederhana dan sangat sederhana.

Bagaimana pula dampak kebijakan pemerintah (misalkan pemerintah menetapkan harga dasar jual kayu untuk menyelamatkan biaya pembangunan hutan) dan apakah cukup kebijakan dan tidak perlu instrumen lainnya/

Nah, di model ini saya coba menjawab pertanyaan tersebut.

Jika kawan-kawan, agan-agan mau diskusi silakan didownload modelnya disini

Senin, 09 Mei 2016

ARTI PENTING HUTAN TANAMAN ENERGI BAGI KETAHANAN ENERGI NASIONAL

KENAPA KITA PERLU HUTAN TANAMAN ENERGI (BIOGAS DAN BIOFUEL)
Dr. Ir. Bambang Tri Hartono, MF.



Bagaimana status pengelolaan energy fossil Indonesia?
Energi merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara di dunia ini. Setiap penduduk Indonesia membutuhkan 14,8 barel minyak atau 2353,2 liter/orang/tahun. Pada tahun 2014 kebutuhan bahan bakar minyak mencapai 3.791 juta barel minyak dan terus meningkat menjadi 4.041 juta barel minyak di tahun 2025. Mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan APBN untuk subsidi bahan bakar lebih dari 246 trilyun rupiah di tahun 2014. Angka ini diproyeksi terus meningkat mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1%. Diproyeksikan 270 trilyun rupiah di tahun 2025 (asumsi harga jual bahan bakar minyak tetap =  Rp. 10.337/liter). Kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi jika hanya mengandalkan potensi minyak bumi yang dimiliki. Saat ini produksi minyak Indonesia mencapai 800.000 barrel/hari atau 292 juta barrel/tahun. Jika dibandingkan dengan permintaan maka terdapat selisih sekitar 3.499 juta barrel. Selisih ini dipasok dari impor sebesar 9,6 juta barrel/hari.  Permasalahan ini makin meruncing mengingat stok minyak bumi semakin menipis. Kementerian ESDM memperkirakan 22 tahun kemudian, bahkan ada yang memprediksi tidak sampai 15 tahun stok minyak bumi habis, sementara gas alam akan habis pada 53 tahun kemudian dan batubara pada 83 tahun kemudian.


Silahkan klik link download untuk memperoleh full artikel ini

Minggu, 08 Mei 2016

Dinamika Penutupan Areal Berhutan: Sintesa Forest Resource Assessment (FRA) 2015

By

Lutfy Abdulah


1.       Definisi Hutan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ikut mempengaruhi cara pandang masyarakat dunia terhadap keberadaan hutan. Hutan sebagai sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat dunia. Dengan hutan, iklim bumi dapat dikendalikan dari perubahan yang drastic dan terjadi dalam suatu kurun waktu yang tidak terkontrol, serta hutan merupakan sumber pangan, obat-obatan, air, udara bersih, sandang, pangan, energy dan lain sebagainya. Arti penting hutan mendorong isu pelestarian lingkungan dewasa ini terus dibahas agar keberadaan hutan sebagai suatu ekosistem bumi terus dijaga dan dilestarikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran umat manusia. Sebagaimana diatur dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3.

Keragaman cara memandang hutan akan mempengaruhi isi yang harus terdapat dalam hutan itu sendiri. 

Lund (2008) menemukan lebih dari 800 definisi hutan. Menurut (UNEP, 2016) bahwa definisi hutan berdasarkan negara atau wilayah di bumi ini sangat berbeda bergantung pada ketinggian tempat, suhu, pola curah hujan, komposisi tanah dan aktivitas manusia serta siapa yang memberikan definisi tersebut. Adapun definisi hutan berdasarkan sumber adalah sebagai berikut:
       1)      Hutan merupakan suatu unit lahan dengan luas minimum antara 0,05 – 1,0 ha dengan tutupan tajuk pohon minimal (atau sama dengan tingkat stok) lebih dari 10-30%  dan tinggi pohon dewasa mencapai 2-5 meter (FAO, 2006 dalam Kyoto Protocol);
        2)      Hutan merupakan lahan dengan luas minimum 0,5 ha—1 ha, dengan tutupan tajuk pohon 20% di Negara berkembang dan 10% di Negara maju (FAO, 2006 dalam Forest Resources Assement Tahun 1990-2000);
     3)     Hutan bukanlah terkait peruntukkan lahan, melainkan terkait dengan sebidang lahan yang didominasi vegetasi (Verchoot et al., 2005) dalam FAO, 2006);
      4)      Hutan merupakan suatu lahan dengan luas minimal 0,5 ha dan bertutupan tujuk pohon minimal 10% ( atau kombinasi dengan semak belukar) dan tinggi pohon mencapai 5 m (FAO, 2012 dalam FRA, 2015);
     5)      Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan);
     6)      Di Filipina mendefinisikan hutan jika terdapat vegetasi pada daerah dengan tingkat kelerengan >18%. 
     7). Sementara di Spanyol, Finlandia, Norwegia dan Swedia mendefinikan daerah yang tidak dikatakan hutan jika daerah bervegetasi namun produktivitasnya dibawah atau sama dengan 1 m3/ha/tahun. Sementara di Irlandia, dikatakan hutan jika produktivitas lebih besar dari 4 m3/ha/tahun (Putz dan Redford, 2010)

Berdasarkan ragam cara pandang tentang definisi hutan di atas, dapat diambil beberapa kata kunci terkait definisi hutan itu sendiri. Suatu daerah dikatakan hutan jika terdapat dalam suatu satuan lahan yang kompak (minimal 0,05 ha), didominasi pepohonan (produktivitas minimal 4 m3/ha/tahun) dengan tinggi minimal 5 m dan tutupan tajuk minimal 10%, berada pada daerah dengan tingkat kelerengan lebih besar dari 18% serta terdapat hubungan interaksi yang sangat kuat dan saling mempengaruhi membentuk suatu kesatuan ekosistem.

2.       Statistik Tutupan Areal Berhutan Dunia

FAO (Food and Agriculture Organization) untuk menginventarisir luas tutupan areal berhutan dunia. Dalam satu kegiatan yang disebut FRA (Forest Resources Assessment). Dalam penyusunan FRA, definisi hutan yang digunakan adalah area dengan luas minimal 0,5 ha dan terdapat pohon dengan tinggi minimal 5 meter dan tutupan tajuk mencapai 10%. Hutan kota, kebun buah atau pola agroforestry tidak termasuk dalam perhitungan hutan. Berdasarkan FRA 2015, total luas area berhutan mencapai 3,952 milyar hektar atau dengan rata-rata 16,7 juta hektar. Adapun total luas hutan dunia disajikan pada Gambar berikut


Hutan bersifat dinamis, terdapat penambahan dan pengurangan area berhutan. Berikut total luas penambahan (Afforestation) dan pengurangan luas area berhutan (Deforestation).




 Berdasarkan Gambar luas tutupan areal berhutan dan laju deforestasi maka dapat dilihat kecenderungan bahwa laju deforestasi menurun karena area bertutupan hutan di dunia ikut menurun. Laju penurunan (flow) disebabkan oleh kondisi stock hutan yang sudah semakin rendah. Hal ini terlihat pada tabel berikut:
   Tahun 
1990 2000 2005 2010 2015
 Luas     Total Hutan Dunia        4,128,271,000       4,055,605,000       4,032,746,000       4,015,673,000      3,999,134,000
  Jumlah Perubahan              (72,666,000)           (22,859,000)          (17,073,000)          (16,539,000)

Pertanyaan yang kemudian adalah berbagai upaya untuk meningkatkan simpanan karbon (enhanching karbon stock) melalui pembangunan pool karbon di daratan dalam skema REDD+ (terkahir COP21 Paris) berjalan sampai dimana? apakah kemudian, enhanching karbon stock di bumi ini melalui pembangunan non-hutan (seperti sawit, hortikultura dll)?  

Pertanyaan ini muncul ketika harapan untuk menggapai nilai manfaat lingkungan dari hutan mulai meredup. Upaya untuk mempertahankan luas dan isi area berhutan namun belum mempertimbangkan nilai manfaat baik untuk skala habitat, ekosistem dan biosfer.

Bibliography

FAO. (2006). Forest And Climate Change Working Paper 4. Rome: FAO.
FAO. (2012). Forest Resources Assessment 2015: Term and Definition. Rome: UNFAO.
Putz, F. E., & Redford, K. H. (2010). The Important of Defining 'Forest': Tropical Forest degradation, Deforestation, Long-Term Phase Shift, And Further Transition. Biotropica 42(1), 10-20.
UNEP. (2016, January 27). WwW.UNEP.Org. Retrieved from Forest Definition and Extent: www.UNEp.org/VitalForest/


Peta Blok 1

file:///C:/xampp/htdocs/webgis/assets/M2HT/Upload/qgis2web_2020_02_06-22_21_32_711125/index.html